4 Okt 2017

Citarasa Masakan Surabaya di Sudut Pasar Keputran

Tulisan “Berdiri sejak 1983” mungkin menjadi daya tarik yang cukup menggugah rasa penasaran dari tiap-tiap insan, yang melewati pojokan pertigaan Jalan Dinoyo, dan Jalan Padjadjaran Surabaya ini. Pasalnya, tulisan tersebut terpambang dalam sebuah banner milik sebuah warung yang menempati eks-gedung bioskop Purnama Surabaya.
            Jelas saja, tak lain dan tak bukan, itu adalah Warung Keputran Pak Imron. Warung yang sempat menjajakan masakannya didepan Hotel Olympic ini, memang telah berdiri diatas kakinya sendiri sejak tahun 1983. Pada tahun 1994, dengan alasan tertentu, warung ini akhirnya berpindah ke areal eks-gedung Bioskop Purnama Surabaya.
            Warung Keputran Pak Imron agaknya cukup ramai jika diamati pada pukul 18.00 WIB. Nampaknya hal tersebut menjadi masuk akal karena memang di jam-jam sekitar itulah para pekerja, mulai dari karyawan hingga CEO kantoran, mengakhiri kegiatan mencari penghidupannya.
            Menurut Nabila (20), generasi ketiga pemilik Warung Keputran Pak Imron, mayoritas pelanggannya adalah para pekerja kantoran dan keluarga-keluarga yang sedang mencari makan bersama. Posisi warung yang berada di pojokan pertigaan jalan menjadi tempat yang strategis dalam menjalankan usaha kuliner turun temurun tersebut.
            Buka dari pukul 17.30 WIB hingga 04.30 WIB, ternyata tak membuat warung tersebut surup akan pelanggan, malah di beberapa momen, pukul 22.00 WIB malah menjadi waktu yang paling strategis, untuk menemui kepadatan warung tersebut akan manusia-manusia yang sudah berhasrat untuk segera menyantap masakan-masakan yang disajikan.
            Namun, ternyata akhir pekan bukanlah waktu yang cukup strategis bagi Warung Keputran Pak Imron untuk menggelar dagangannya. “Nggak mesti mas ramainya kapan, sering malah hari Sabtu dan Minggu malah sepi-sepinya warung, mungkin karena hari libur jadi waktu beristirahat total ya.” ujar Nabila.
            Menariknya, warung tersebut menawarkan sebuah menu yang sangat unik, yaitu ‘pecel kuah rawon’. Mungkin bagi yang belum pernah merasakan rasanya, akan terlihat aneh ketika melihat seseorang memesan menu tersebut, tapi nyatanya, menu tersebut malah menjadi favorit di Warung Keputran Pak Imron.
            “Ya awalnya ada pelanggan yang mencoba memesan pecel dicampur rawon, eh katanya enak, lama-lama banyak yang ikutan nyoba mas, dan laris manis, alhasil sekalian saja kita bikin menu. Itu sudah lama sekali sih” seru Nabila.
            Menurut Lucky Ezra (17), remaja yang jauh-jauh datang dari Kabupaten Sidoarjo demi membeli pecel di warung tersebut, yang membuat masakan disana sangat berbeda dan nikmat, adalah keberadaan lauk abon daging yang wajib disematkan di setiap menu Warung Keputran Pak Imron.
            Sebagai generasi ketiga, Nabila wajib  mengetahui mengapa warung keluarganya ramai dikunjungi pelanggan. Menurutnya, hal tersebut didasari oleh kelebihan resep bumbu warungnya, dimana bumbu tersebut, sebelum diaduk bersama air, harus menjalani proses penggorengan terlebih dahulu.
            Selain itu, spesifiknya lagi untuk bumbu pecelnya, Nabila mengklaim bahwa bumbunya bisa tahan lama. Proses penggorengan membuat bumbu tersebut matang sempurna dan mampu bertahan lama. “Mangkanya kalau mas lihat, warna bumbunya agak ke-abu-abu-an, ya itu karena digoreng dulu”.
            Nabila menjelaskan bahwa warungnya akan mulai sepi pelanggan pada sekitaran jam 01.00 WIB keatas. Hal tersebut dikarenakan, tepat disepanjang jalanan tempat Warung Keputran Pak Imron, terdapat sebuah pasar yang cukup besar, yaitu Pasar Keputran. Hal tersebut membuat areal parker menjadi sangat terbatas karena keberadaan truk-truk pengangkut sayur.
            Warung Keputran Pak Imron menyajikan tiga menu andalan, yaitu Pecel, Rawon, serta Rawon Kuah Pecel. Sedangkan untuk minumannya, tak jauh berbeda dari warung-warung biasanya, yaitu teh hangat, kopi, susu hangat, dan lain-lain.
            Nabila menuturkan bahwa keberadaan Pasar Keputran bukanlah sebuah hambatan yang sangat besar, karena disisi lain, ia berkata bahwa banyak juga dari pelanggan tetapnya adalah para penjual di Pasar Keputran. “Ya saling berkah memberkahi mas, saya beli sayur di mereka, mereka beli makan di saya”.
            Seperti tipikal street food ala Indonesia pada umumnya, Warung Keputran Pak Imron tak jauh dari tampilan yang bisa dibilang agak kumuh. Selain tempatnya yang berbagi dengan hiruk pikuk Pasar Keputran, bangunannya yang hanya merupakan rangkaian-rangkaian kayu lawas yang dicat hijau juga menjadi penyebab warung tersebut seringkali dinilai kumuh.
            Namun, itu hanya pendapat sebagian orang. “Wah, ndak terlalu kumuh juga kok mas, kalau sudah liat pecelnya di piring, apalagi sudah masuk mulut, perasaan kumuh jadi ilang.” Ujar Gabriel (28), seorang pengusaha properti yang datang ke Warung Keputran Pak Imron dengan mengendarai mobil Toyota Kijang Innova keluaran terbaru.
            Terlepas dari segala geliat manja dan hiruk-pikuknya sekitaran Warung Keputran Pak Imron, pelanggannya tetap setia untuk mendatangi warung berukuran sekitar 6 x 5 meter tersebut. Masakan  yang ditawarkan warung tersebut sangatlah otentik. ‘Pecel Kuah Rawon’. (04/10/2017)

Oleh : Mohamad Ricky Sabastian (071511533087)
(Tema Kehidupan Malam)

0 komentar:

Posting Komentar