(05/10/17) Basket adalah sebuah cabang olahraga berkelompok yang terdiri atas dua tim beranggotakan masing-masing lima orang yang saling bertanding mencetak poin dengan memasukkan bola ke dalam keranjang lawan. Bola basket sangat cocok untuk ditonton karena biasa dimainkan di ruang olahraga tertutup dan hanya memerlukan lapangan yang relatif kecil. Selain itu, permainan bola basket juga lebih kompetitif karena tempo permainan cenderung lebih cepat jika dibandingkan dengan olahraga bola yang lain, seperti voli dan sepak bola.
Kalangan
mahasiswa pun tak ketinggalan turut andil dalam cabang olahraga bola basket,
hampir seluruh universitas di Indonesia baik negeri maupun swasta mempunyai
sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) guna mewadahi mereka yang memiliki minat
dan bakat di bidang olahraga bola basket. Salah satu universitas yang memiliki
UKM bola basket adalah Universitas Airlangga.
Prestasi demi prestasi dalam cabang olahraga
bola basket pastinya juga tak luput dari genggaman Universitas Airlangga, salah
satunya yang baru-baru ini dicapai adalah 3 pebasket Universitas Airlangga yang
mewakili Jawa Timur untuk maju di Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX di Jawa
Barat.
Ketiga pebasket tersebut adalah Nilam R.
Savitri (FISIP), Annisa Widyarni (FISIP), dan I Komang Septian Sudhana (FEB).
Mereka berhasil menyumbangkan 2 medali saat berlaga bersama tim Jawa Timur,
dimana tim basket putri mendapatkan medali perunggu, dan tim basket putra
mendapatkan medali perak.
Tak
bisa dipungkiri bahwa Universitas Airlangga merupakan salah satu Universitas
yang banyak menelurkan para pebasket yang memiliki skill cemerlang. Namun
dibalik prestasi dan skill yang cemerlang tersebut, pastilah terdapat berbagai
dilema yang dihadapi para pebasket tersebut. Seringkali mereka dianggap
merepotkan mahasiswa lain karena aktivitasnya yang mengganggu kinerja kelompok
belajar dalam suatu kegiatan perkuliahan.
Beberapa mahasiswa non pebasket (yang memiiliki
rekan pebasket dalam suatu kelompok belajar) memang terang-terangan
menyayangkan kesibukan para pebasket
ini. Salah satunya adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNAIR Robbyan Abel
Ramdhon (18th). Ia acapkali merasa kesal terhadap rekan satu kelompoknya yang
selalu memprioritaskan tanding dan sparing
bola basket daripada menggarap tugas perkuliahan bersama.
Robbyan pernah sampai memaki rekannya tersebut
(yang tidak bisa disebutkan namanya) secara kasar, karena benar-benar tidak
ikut andil apa-apa dalam penyelesaian tugas kelompok. Lain cerita dengan Amanda
Wirdha Razak (19th), mahasiswi yang juga jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNAIR
ini memang merasakan hal yang sama dengan Robbyan, dimana ia berada dalam satu
kelompok belajar dengan seorang mahasiswa pebasket pula.
Ia memang merasa jengkel apabila sikap
semena-mena salah satu rekannya tersebut sedang kumat. Namun, Amanda tidak sampai memaki-maki secara kasar seperti
Robbyan, ia mengungkapkan, bahwa ia hanya memendam rasa jengkelnya tersebut
karena ia memang bukan tipikal orang yang bisa marah-marah secara langsung.
Dalam problema yang sangat kompleks tersebut,
ternyata masih ada beberapa mahasiswa pebasket yang masih stay on the track dengan urusan perkuliahan, salah satunya adalah Aldi
Djaswadi (19th), atau yang akrab disapa Boy. Mahasiswa FISIP Universitas
Airlangga yang memulai debutnya sebagai pebasket pada saat masih berseragam
putih biru ini, memiliki prestasi yang tak kalah membanggakan, ia merupakan
salah satu anggota dari tim Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV) 2015 yang
mewakili Kota Sidoarjo.
Boy merupakan pebasket yang bisa dibilang
fleksibel dalam menentukan posisi saat tanding. Ia bisa saja menjadi center, power forward, point guard, small
forward, maupun shooting guard. Namun
disini Boy juga memilii spesialisasi dalam berposisi, ia lebih sering berposisi
sebagai point guard. Point guard sendiri merupakan sebuah posisi dalam tim basket yang memiliki kegunaan menjadi defender.
Lain sisi, point guard tak semata-mata hanya
menjadi defender, tapi point guard juga sekaligus bisa membantu mencetak poin
ke keranjang lawan sebanyak-banyaknya. Boy yang cenderung bermain sangat
agresif dibanding kawan-kawannya dalam tim, sering diposisikan sebagai point
guard oleh pelatihnya.
Boy
adalah tipikal pebasket yang akan merasakan kesenangan saat ia berada di lapangan. Karena, Boy menganggap
olahraga basket adalah sebuah kegiatan diluar akademik selain bermain
skateboard yang juga ia tekuni, dimana ia bisa jalani sembari menghabiskan
waktu dan mengurangi kepenatan dunia perkuliahan.
Boy
bertutur bahwa bola basket adalah olahraga yang asik. Ia bisa melakukan defence
(menjaga lawan), offense (menyerang), serta rebound (perebutan bola di udara
setelah memantul ke ring). 3 hal tersebut lah yang ia asumsikan sebagai
keasyikan dalam menekuni olahraga basket. Boy menambahkan, bahwa keunikan
bermain bola basket baginya adalah ketika ia bisa membuat lawan lengah maupun
terkecoh (ankle breaker). Hal itu yang menurutnya jarang ditemui pada cabang
olahraga yang lain.
Bola
basket bagi Boy juga bukanlah sekedar kegiatan pengisi waktu luang, hal ini ia
rasakan ketika tergabung dalam tim PORPROV Kota Sidoarjo. Disana ia menemukan
teman-teman baru, partner basket baru, yang pada akhirnya ia anggap sebagai
keluarga.
Perhelatan PORPROV 2015 memberikan impact yang
cukup besar bagi Boy, dimana selain ia menemukan keluarga baru, namanya juga
kian dilirik oleh pihak universitas untuk bisa lebih berkiprah mengharumkan
nama almamater. Alhasil, saat ini Boy merupakan seorang pebasket yang bermain
secara intens di ranah kampus. Ia maju sebagai anggota tim Universitas
Airlangga dalam perhelatan Liga Mahasiswa.
Sebagai pebasket, di ranah kampus ia mulai
mendapatkan sebuah eksistensi atas apa yang ia tekuni. Selain dikenal oleh
mahasiswa baik dari fakultasnya maupun fakultas lain, ia juga mulai dikenal
oleh para petinggi universitas, mulai dari kepala departemen prodi hingga
rektor universitas.
Ia merasa sangat nyaman dengan tim universitas
yang menaunginya, hal ini dikarenakan chemistry diantara pemain tercipta dengan
mengalir begitu saja. Ia menuturkan bahwa setiap anggota tim yang memiliki
sifat berbeda-beda makin membuat ia merasa terikat dalam tim-nya.
Karakteristik konyol dan serampangan khas
mahasiswa selalu bisa membuatnya tertawa atau minimal membuatnya tersenyum, dan
itu merupakan penawar dari segala kepenatan urusan akademik perkuliahan, disisi
lain hal-hal kecil seperti itu juga-lah yang membuat tim basket Universitas
Airlangga makin terasa guyub, tuturnya.
Boy yang juga seorang mahasiswa prodi (program
didik) Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Airlangga ini, ternyata juga mengalami beberapa
kendala yang terjadi dikarenakan kegiatannya dalam menekuni cabang
olahraga bola basket. Ia seringkali kesulitan dalam mengatur waktu. Jadwal dia
untuk tanding dan latihan bersama timnya seringkali bertabrakan dengan
jadwalnya untuk menimba ilmu perkuliahan.
Seringkali ia bolak-balik ruang akademik dan
ruang departemen prodi hanya demi mengurus ijin untuk tidak mengikuti
perkuliahan. Kepadatan jadwalnya dalam kuliah dan menekuni cabang olahraga bola
basket ini juga membuatnya kehilangan banyak waktu untuk dirinya beristirahat.
Dibalik kemelut dilema Boy sebagai mahasiswa
yang juga seorang pebasket ini, terdapat sebuah statement menarik dari diri Boy, yaitu ia menjelaskan bahwa apabila
ia berhenti menekuni kegiatannya bermain bola basket, maka ia akan pula
kehilangan panasea bagi jasmani dan rohaninya.Bermain
bola basket sudah menjadi kebutuhan bagi Boy.
Setelah bercakap-cakap panjang lebar, sampailah
ia pada penuturan yang menegaskan bahwa kegiatan perkuliahannya bukanlah hal
yang menghalanginya dalam bermain bola basket, karena bagaimanapun ia telah
terdoktrin bahwa pendidikan adalah yang nomor satu. Orangtuanya menginginkan
Boy untuk mendapatkan kehidupan layak dari ilmu yang ia dapatkan di ranah
perkuliahan.
Boy juga sempat bertengkar dengan kedua
orangtunya karena ia kedapatan begitu sering berkutat dengan dunia bola basket.
Orangtunya menganggap bahwa bola basket yang ia tekuni malah akan menghambat
dia dalam menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan. Memang orangtua Boy cenderung
konservatif. Hal ini makin ia tegaskan saat ia menceritakan bagaimana kalimat
sang ayah saat beliau memakinya “Tanggalkan sepatumu atau ayah nggak biayain
hidupmu!”.
Boy mengalami kebingungan dengan statement
ayahnya yang seperti itu. Iapun merasa kemampuannya dalam hal akademik
diremehkan oleh ayahnya sendiri. Seakan-akan kegiatannya dalam bermain basket
merupakan penyebab utama aktivitas perkuliahannya menjadi keteteran. Padahal disisi lain hal itu juga tidak bisa dibuktikan
oleh ayahnya.
Ayahnya cenderung men-judge tanpa mengetahui
ada apa saja dibalik itu semua. Boy juga menuturkan bahwa kesibukan ayahnya
dalam mengurus pekerjaan-lah yang membuat ayahnya tak begitu mengikuti
perkembangan anaknya sendiri, bahkan ayahnya baru tahu anaknya mengikuti
PORPROV saat temannya yang memberikan selamat kepadanya.
Namun, Boy kembali bertutur. Sampai kapanpun ia
akan tetap meyakinkan kedua orangtuanya bahwa bermain basket adalah salah satu
bagian dari hidupnya yang tidak akan bisa ia tinggalkan begitu saja. Boy
meyakini bahwa “maen basket itu aku banget” yang berujung pada ia menekuni
dunia bola basket dengan passion yang
tak main-main pula.
Upaya meyakinkan kedua orangtua-nya pun agaknya
sedikit demi sedikit memberikan hasil yang cukup memuaskan, hal ini ia ungkap
karena menilik fakta bahwa saat ini, fasilitas penunjang Boy untuk bermain bola
basket seperti sepatu bola basket, tas, hingga bola basket untuk latian
hariannya mulai dibiayai oleh kedua orangtunya. Meskipun di lain sisi, kedua
orangtunya tetap terus mengingatkan Boy untuk memprioritaskan fokusnya pada
bidang akademik.
Gaya hidup dari mahasiswa memanglah sangat
beragam, mulai dari yang bisa mengembangkan dirinya untk ke arah yang lebih
baik, maupun ke arah yang kurang baik, meskipun konsep baik dan kurang baik
sendiri, itu tergantung kepada nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat dari
suatu individu.
Hal ini juga tidak terlepas dari frame of reference (kerangka referensi)
dan field of experience (pengalaman
pribadi) yang dimiliki masing-masing individu. Misalnya Boy, referensi dan
pengalamannya semasa mulai SMP mengikuti kegiatan bermain bola basket mengantarkannya
menjadi mahasiswa yang tidak melulu aktif pada ranah perkuliahan, namun juga
pada ranah olahraga bola basket.
Gaya hidup mahasiswa bisa dibilang sebuah
gambaran yang mendekati konkret untuk memprediksi masa depan individu yang
bersangkutan. Dimana ada sebuah pepatah mengatakan “apa yang telah kita tanam,
maka akan kita panen di kemudian hari”.
Mohamad Ricky Sabastian (071511533087)
0 komentar:
Posting Komentar