Hiper-realitas Dalam Karya-Karya Montase Foto @rafif.yth (Instagram)
Pengertian montase menurut
kamus besar Bahasa Indonesia, adalah: Komposisi gambar yang dihasilkan dari
percampuran unsur dari beberapa sumber (Depdiknas 2001, 754). Karya montase dihasilkan
dari mengeposisikan beberapa gambar yang sudah jadi dengan gambar yang sudah
jadi lainnya. Gambar rumah dari majalah kemudian dipotong yang hanya diambil
Gambar rumahnya saja kemudian ditempelkan pada permukaan alas gambar. Ini
merupakan salah satu contoh sederhana dari karya montase.
Montase dua dimensi dianggap seperti
karya lukisan karena materialnya terdiri dari gambar-gambar yang sudah jadi
hanya karena dipotong-potong lalu dipadukan sehingga menjadi satu kesatuan
karya ilustrasi. Pada perkembangannya montase yang semula terbatas pada karya
dua dimensi sekarang telah merambah kepada karya tiga dimensi. Karya montase
ini juga kurang dikenal oleh kalangan umum, karena bentuk karyanya masih
mempunyai kemiripan dengan seni lukis, seni kriya, seni patung. Sehingga jenis
karya ini dianggap sebagai salah satu dari jenis karya tersebut.
Karya seni montase dewasa ini tidak
hanya dilakukan secara manual dengan cara gunting-menggunting gambar dari
berbagai media lalu menempelkannya pada sebuah alas tertentu. Namun dengan
kehadiran beberapa software editor foto/gambar digital seperti Adobe
Illustrator, Adobe Photoshop, CorelDraw, dan lain sebagainya, memungkinkan
karya seni montase untuk dilakukan pada media digital. Salah satu kreator seni
montase digital adalah Rafif Taufani, salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi
Universitas Airlangga ini sudah menggeluti seni montase foto sejak tahun 2015
dimana pada saat itu pula seni montase digital menuai tingkat popularitasnya di
era modern.
Karya-karya
yang dihasilkan oleh Rafif bisa dibilang sangatlah absurd, sehingga membuat
para penikmatnya membutuhkan waktu lama untuk memahami apa makna dari karya
tersebut. Namun hal tersebut tidaklah membuat karya-karya seninya tak sarat
akan makna, terutama apabila karya-karyanya dihubungkan dengan gaya
post-modernisme. Wacana kebudayaan kontemporer memasuki kondisi di mana di
dalamnya, tabir antara realitas dan fantasi semakin tipis. Banyak hal yang
sebelumnya dianggap fantasi kini menjadi realitas, dan ini akan berpengaruh
terhadap kebudayaan dan kehidupan manusia.
Objek dapat mewakili realitas
melalui penandanya (signifier), yang mempunyai makna atau petanda (signified)
tertentu. Dalam hal ini, realitas adalah referensi dari penanda. Namun, bisa
juga terjadi bahwa sebuah objek sama sekali tidak mengacu pada satu referensi
atau realitas tertentu, karena ia sendiri adalah fantasi atau halusinasi yang
telah menjadi realitas. Ini yang dalam bahasa Baudrillard dikatakan hiper-realitas.
Berikut
adalah beberapa karya dari Rafif yang terbilang absurd dan cenderung memiliki unsur
hiper-realitas.
Burhan Bungin dalam bukunya yang berjudul Sosiologi
Komunikasi (2006) memaparkan bahwa, dunia menurut Baudrillard didominasi oleh
“simulakrum”. Ini adalah konsep yang diperkenalkan Baudrillard yang mewakili
tiada lagi batas antara yang nyata dan yang semu. Dunia telah menjadi dunia
imajiner. Baudrillard memberi contoh Disneyland. Disneyland adalah suatu dunia
imajiner dimana segala sesuatunya bersifat futuristik, mimpi-mimpi. Disneyland
telah menjadi bius bagi sebagian besar konsumen kelas menengah sehingga selalu
dijejali orang sepanjang tahunnya.
Begitu pula dengan karya-karya montase foto
Rafif, ia menawarkan sebuah dunia mimpi dimana realita bisa dipotong-potong
lalu disambungkan dengan realita yang lain dengan seenaknya. Hiper-realitas
yang ia tawarkan cenderung memiliki muatan sangat absurd yang
disarati oleh silih bergantinya reproduksi obyek-obyek yang simulakrum, obyek-obyek yang murni
‘penampakan’, yang tercabut dari realitas sosial masa lalunya, atau sama sekali
tak mempunyai realitas sosial sebagai referensinya. Di dalam dunia seperti ini
subyek sebagai konsumer digiring ke dalam ‘pengalaman ruang’ hiper riil–
pengalaman silih bergantinya ‘penampakan’ di dalam ruang, berbaur dan meleburnya
realitas dengan fantasi, fiksi, halusinasi dan nostalgia, sehingga perbedaan
antara satu sama lainnya sulit ditemukan, dalam hal ini Hiper-realitas (dalam pandangan Baudrillard) lebih menekankan
baik nostalgia maupun fiksi ilmiah.
0 komentar:
Posting Komentar