KOPIKIR TIDAK TAHU?
Pemberitaan tentang pembunuhan “Wayan Mirna Salihin” menimbulkan polemik berkepanjangan. Tendensi media dengan “kopi” Mirna yang hingga sekarang menimbulkan kontradiksi dengan keterkaitan “Jessica” yang dikatakan sebagai tersangka. Pemberitaan yang secara keseluruhan tentang “kopi” “celana Jessica” “Sianida” membuat masyarakat termakan oleh hegemoni media yang membuat masyarakat semakin stagnan untuk menjadi kritis melihat peristiwa lain. Oligarki kapitalis sepertinya memegang andil penting dalam media, hipokrisi nya menggunakan media dengan pemberitaan “kopi” yang sering ditonjolkan. Media digunakan se-preventif mungkin untuk isu – isu yang dialihkan, hanya dengan eskalasi rating pun hipokrisi nya menjadi sangat adikuasa.
Hegemoni media menonjol sehingga pemberitaan tentang kebebasan bersuara dibungkam. Aktivitas pers dari mahasiswa kembali mendapat kecaman, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lentera, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (Fiskom) Universitas Kristen Surya Wacana (UKSW) dengan peredaran majalah nya ditarik oleh aparat dikarenakan pemberitaan yang mengusut PKI (Partai Komunis Indonesia) majalah yang diterbitkan Oktober 2015 kemarin dengan mengangkat tema G30S 1965 di Salatiga. Pihak berwenang mengambil majalah tersebut dan dikatakan nya dengan isi yang menyimpang, seakan menjadi postulat akan hal itu dan pihak rektorat yaitu Jon Titaley meminta pihak Lentera untuk menarik seluruh majalah yang dijual di agen – agen luar kampus.
Distorsi media semakin menjadi – jadi dengan kembali nya berita yang naas, terjadi di lubang bekas tambang batubara yang berada di Kalimantan Timur, diduga pertambangan milik perusahaan tambang CV Rinda, yang menewaskan dua orang anak yaitu Dewi Ratna Pratiwi dan Aprillia Wulandari yang membuat Advokasi Tambang Kalimantan Timur (JATAM KALTIM) yang akhirnya menyuarakan suara nya karena sudah menewaskan 2 orang anak, akan tetapi suaranya dibungkam dan diserbu oleh segerombolan preman dengan menyatakan keberatan atas pembekuan operasi dari pertambangan batubara.
Media semakin represif dalam pemberitaan dari pembelaan aktivis lingkungan, suaranya semakin dibungkam seakan pergerakan nya untuk “melawan” dibuat semakin runyam. Retensi pada peristiwa layaknya demikian membuat masyarakat menjadi semakin apolitis dan terbungkam media.
Yah, kembali dengan kebebasan bersuara sangat represif dengan hegemoni media tentang pembahasan “kopi” menjadi inheren untuk mengalihkan berita layaknya demikian. Dalam Hak Asasi Manusia (HAM) dalam BAB II tentang Asas – asas dasar pasal 4 yang berbunyi “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manapun yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun“ dan juga pasal 28e ayat 3 yang berbunyi : “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” .
Oleh : Aria Mahatamtama
0 komentar:
Posting Komentar